Sie Jin Kwie di Negeri Sihir by Teater Koma with Biusers


Hari Minggu kemarin, saya dan kelimabelas teman-teman Biusers berkesempatan menonton pertunjukan Teater Koma yang bertajuk “Sie Jin Kwie di Negeri Sihir” di Pusat Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki. Kurang lebih sebulan yang lalu di grup facebook Biusers, Kak Wulan, salah seorang relawan BIUS menawarkan beberapa free tickets nonton pertunjukan ini dan seperti biasa bagi yang berminat wajim membuat tulisan, dan kali ini temanya adalah “Potensi Daerah Asal”. Awalnya saya sama sekali tidak tahu pertunjukan apa itu, hanya sering mendengar Teater Koma karena kakak saya yang juga anak teater di kampusnya dulu. Tapi saya ikut-ikut aja karena emang saya suka nulis jadi menulislah saya mengenai “Potensi Kota Solo” siapa tahu kepilih kan lumayan bisa refreshing ke Jakarta setelah penat di minggu ujian. Eh, alhamdulillah dapet kesempatan itu :)

Minggu siang berangkatlah kami ke Jakarta. Yah, begitulah BIUS, biaya transport + makan semuanya ditanggung. Hmmm... tentu saja kami sangat bersyukur menjadi bagian dari keluarga ini. Dan yang membuat kami lebih senang adalah pertunjukan teater ini ternyata KEREN! Walaupun pada awalnya saya kurang tertarik dengan latar belakangnya yang berbau Cina (no SARA!) but literally this show is just AWESOME! Mulai dari jalan ceritanya, acting dan kualitas olah vokal pemainnya, costumes, make up, stage, setting, lighting, dan semua tetek bengeknya semuanya tertata secara apik. Membuat saya dan penonton lainnya tak berhenti memandang kagum. Apalagi ditambah selingan humor di tengah-tengah cerita, membuat suasana semakin hidup dan tidak membosankan.

Sie Jin Kwie di Negeri Sihir bercerita tentang Jenderal Siejinkwie dalam usaha perluasan wilayah Kerajaan Tang. Putranya, Sietengsan, yang dikira telah meninggal 12 tahun yang lalu terbunuh oleh anak panah ayahnya sendiri ternyata masih hidup karena diselamatkan oleh Dewa Onggo yang sekarang menjadi gurunya. Mendengar bahwa Siejinkwie terluka saat perang, Sietengsan bertindak menolong dan kembali ke Kerajaan Tang. Cerita berlanjut tentang perjalanan cinta Sietengsan. Dalam usaha perluasan wilayah, ia telah menikahi dua perempuan yang membantunya memenangkan perang. 

Namun Jenderal Siejinkwie masih percaya akan penglihatannya (ramalan) saat ia berada di dunia akhirat di kala ia hampir mati sebelumnya, bahwa putranya akan berjodoh dengan Hwanlihoa. Sampai akhirnya di suatu saat, bertemulah Sietengsan dan Hwanlihoa. Ternyata Hwanlihoa juga mempercayai ramalan gurunya bahwa ia berjodoh dengan Sietengsan. Namun walau Sietengsan mengetahui ramalan tersebut, ia tidak sudi menikahi Hwanglihoa karena ia seorang ahli sihir. Ia berkali-kali menolak Hwanglihoa yang dihinanya sebagai tukang sihir walaupun Hwanlihoa telah seringkali menolongnya memenangkan peperangan dan menyelamatkan nyawanya dengan ilmu sihirnya. Sudah 2 kali mereka hampir menikah, namun Sietengsan menghancurkannya yang membuat Hwanglihoa sakit hati. Namun sebagai seorang perempuan yang tangguh, Hwanlihoa tetap bertahan dan berpegang teguh pada ramalan gurunya bahwa Sietengsan adalah jodoh sejatinya. Mereka berdua itu satu, namun sulit untuk menyatu. Butuh pengorbanan yang besar untuk mempersatukannya. Ya, itulah jodoh manusia. 

Di akhir cerita, Hwanlihoa kembali menyelamatkan nyawa Sietengsan, tetapi tidak dengan Siejinkwie. Ia mendapat karma dengan terbunuh oleh anak panah anaknya sendiri. Berkebalikan dengan kejadian 12 tahun yang lalu. Akhirnya Sietengsan dan Hwanlihoa dapat bersatu dan menikah untuk ketiga kalinya. Disinilah poin utama yang dapat saya ambil dari cerita ini bahwa apa yang kita tanam pasti akan kita petik buahnya suatu saat nanti, tentu saja dengan tetap merawat dan memelihara apa yang kita tanam tersebut setiap hari  dengan penuh rasa sabar dan ikhlas. Karena kesabaran akan selalu berbuah manis. Oiya, one more lesson from this story is that KARMA DOES EXIST! 


Pertunjukan ini baru selesai dini hari pukul 00.30 hari Senin. Setelah puas berfoto dengan para pemain dan mengagumi costum dan make up mereka dari dekat, kami segera kembali ke Bandung. Malam itu jalanan sangat lancar, apalagi saat melewati tol. Hening, semua teman-teman terlelap saat perjalanan pulang. Saya? Hmm... selalu menikmati saat-saat seperti ini. Perjalanan Jakarta-Bandung (atau sebaliknya) (yang sudah beberapa kali) memang selalu mengingatkan saya akan kenangan-kenangan indah yang saya miliki. Perjalanan-perjalanan  hebat tak terlupakan dan kesempatan-kesempatan luar biasa yang saya peroleh selama saya berkuliah di ITB. Tidak sampai dua jam, mobil sampai kembali ke Jalan Ganesha. Mengantarkan kami kembali untuk menghadapi hari esok yang pasti akan lebih luar biasa dari pengalaman hari itu :D

Bandung, 28 March 2012
Hesti Nuraini

This entry was posted on March 28, 2012 and is filed under ,. You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply