kau harus tahu, tapi tidak sekarang

Terkadang aku hanya ingin kau menatapku, bukan hanya melihatku, sekilas, seolah aku hanyalah bagian padat dari dinding bata. Aku mencoba tersenyum, tapi sedetik sebelum aku melemparkannya, sedikit ruang di otakku terdesak oleh banyak perasaan ragu ; lagipula toh siapa aku?
Aku tidak pernah menginginkan sebuah percakapan mendalam, seulas senyummu padaku kurasa sudah cukup, bahkan berlebihan, karena aku tahu kau tidak tersenyum pada sembarang orang ; sekali lagi siapa aku? Aku tak lebih dari sebuah perpanjangan bayang-bayang kekaguman, manifestasi luar biasa tentang kau di semua bagian cerita. Kau selalu mempunyai bagian tersendiri dalam ceritaku yang kebanyakan melibatkan orang asing dan pangeran ; aku orang asingnya sedangkan kau pangeran-tampan-sempurnanya.
Mudah saja bagimu berjalan melewatiku,tapi bagiku memerlukan lebih dari separo mekanisme pertahanan diriku untuk berada semeter darimu, berpura mengikat tali sepatuku saat kau memandangiku.
Kita tak lebih dari dua orang asing yang tidak saling bicara ; kau tidak mengenalku tapi aku mengenalmu sebaik yang bisa dilakukan orang asing padamu. Kau tahu, aku menyukaimu.
Aku tidak pernah berharap kau akan tahu apa bunga favoritku. Bagiku sudah cukup apabila kau tidak lagi membuang muka jika berjalan melewatiku seakan aku sesuatu yang tidak pantas dilihat atau semacam itu. Tunggu dulu, aku ingat bahwa kau memang tidak pernah menatap mata gadis manapun. Sedikit fakta itu membuatku gembira karena dengan begitu kau tidak akan pernah tahu bahwa aku selalu memandangimu dengan tatapan berbunga. Dan kau tahu, akhir-akhir ini aku mulai merasa sulit mengendalikannya. Barangkali kau harus tahu, tapi yah, kurasa tidak sekarang.

Depok, 19 September 2011

By: Fandita Tonyka Maharani (without any change in every single word)



Bandung, 27 September  2012
Hesti Nuraini

This entry was posted on September 27, 2012 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply