Untukmu

Tulisan ini memang ditujukan untuk seseorang. Bagi yang merasa saya tuju, terima kasih sudah merasa dan ya silakan dibaca secara seksama supaya tidak ada lagi dusta diantara kita (ceilah). Dan bagi yang tidak merasa, anggap saja ini cuap-cuap saya sekedar untuk introspeksi diri.

Kalo kata dosen mata kuliah Jurnalisme Sains dan Teknologi yang saya ambil semester lalu, jaman sekarang ini adalah era-nya masyarakat tulis. Jadi orang-orang sudah mulai menggunakan dunia maya (media sosial) baik untuk menyampaikan pendapatnya maupun untuk melawan pendapat orang lain. Iklim ini sudah tidak asing di Indonesia, terutama di kalangan anak muda, termasuk kita (saya, kamu, dia). Tapi saya tidak seperti kamu (dan teman baru kamu) yang secara -maaf- kampungan, sukanya langsung hajar main nge-twitwar. Tapi ya sudahlah, cara orang kan berbeda-beda.

Sebenarnya tulisan ini (akhirnya) dibuat karena kejengahan saya atas semuanya. Ya itu hak kamu sih untuk belum atau bahkan tidak move on dari dia. Tapi tolonglah, sudah cukup kamu menyalahkan saya dan dia atas apa yang terjadi di kehidupan kamu. Tolong introspeksi dulu dengan apa yang sudah kamu lakukan kepada dia di masa lalu.

Kamu pasti membantah saya dan membela diri dengan frasa "Emang kamu tahu gimana rasanya jadi saya?". Hei! Saya tahu lho! Saya tahu rasanya. Saya juga pernah berada di posisi kamu itu beberapa tahun lalu. Tapi bedanya, saat itu saya tidak pernah menyalahkan orang yg berada di posisi saya sekarang. Itu karena saya introspeksi, saya tahu, dan saya paham betul bahwa orang yang saat itu berada di posisi dia, pergi karena saya yang tidak bisa menjaganya. Sama persis dengan keadaan kamu. Sama persis. Dan ketika kamu sudah menyadari kesalahan diri sendiri dan berhenti menyalahkan orang lain, percayalah move on akan jauh lebih mudah.

Manusia itu berperasaan, punya batas. Tidak melulu semua orang harus menuruti keinginanmu. Dulu kamu menyia-nyiakan dia, kemudian masih bisa-bisanya kamu mencaci maki dia di akhir. Tolonglah... be mature. Saya rasa kamu orang yang cerdas, yang tahu hubungan sebab-akibat, yang saya yakin kamu juga lebih paham mengenai psikologi manusia. Sesuatu/seseorang ga akan pergi dari Kita kalau Kita bisa menjaganya dengan baik, begitu bukan?

Jangan bilang saya tidak pernah memberikan kesempatan untukmu ya. I did it. Tapi kamu juga tak kian membahagiakannya. Apalagi dia, dia pasti sudah memberikan sejuta kesempatan untukmu. Kamu yang tidak peka, dan baru sadar ketika dia sudah melewati batasnya untuk bertahan.

Di kesempatan yang lalu saya sudah beribu kali mengucap maaf untukmu. Tapi sekali lagi, dan ini untuk terakhir kalinya, saya kembali meminta maaf padamu. Maaf, saya hanya tak bisa melihat dia sedih dan mendengar "Hes, aku nangis" untuk kesekian kalinya gara-gara kamu.

Saya jadi ingat pepatah baru dari om Dedi corbuzier. "Sebelum kamu ngebenerin orang... " hmmm cari sendiri deh lanjutan kata-katanya.

Terima kasih sudah membaca. Saya harap setelah ini tidak ada sms/line/watsap/ makian dalam bentuk apapun darimu lagi untuknya. Dan juga semoga tidak ada lagi twitwar diantara Kita :)

ps: hati-hati dengan teman barumu.


Solo, 2 Agustus 2013
Hesti Nuraini

This entry was posted on August 02, 2013 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. You can leave a response.

Leave a Reply