Sudah hampir tiga jam aku tak beranjak dari
kasur empukku. Daritadi yang kulakukan hanyalah gulung-gulung ga jelas ke
kanan trus ke kiri trus ke kanan lagi. Kepala rasanya mau pecah, tapi inspirasi
itu tak kunjung datang.Ya, disini aku sedang berusaha keras memeras otak untuk
membuat sebuah cerita pendek, cerita fiksi lebih tepatnya. Suatu hal yang di
masa laluku sangat mudah untuk kulakukan, namun kelihaianku dalam menuangkan
ide-ide fiksi ke dalam rentetan kalimat itu meranggas seiring berjalannya waktu.
Oke, akan kuceritakan sedikit. Masa-masa sekolah menengah adalah masa
kejayaanku dalam menulis cerpen. Hampir tiap hari aku menulis tapi idenya terus
saja mengalir ga habis-habis, mungkin karena waku itu aku juga sangat gemar
baca novel, yah novel-novel remaja gitu lah yang sesuai dengan umurku. Tapi
sekarang, entah karena masa ‘puber’ku yang sudah lewat, atau memang jenis
bacaanku yang sudah beralih dari cerita-cerita fiksi khas remaja menjadi
tulisan-tulisan non-fiksi serius penuh retorika ala mahasiswa. Harus kuakui
memang, sekarang aku sudah sangat jarang membaca novel alih-alih kegiatanku di
kampus yang memang lumayan menyita waktu. Hmm... Oke, kau bisa menyebutku
pemalas untuk hal ini. Tapi kealfaanku dalam membaca novel kuimbangi dengan
nonton beberapa serial drama yang ceritanya masih ala remaja, membaca blog
teman-temanku, dan membaca tabloid-tabloid remaja tentu saja.
Jadi sekarang disinilah aku. Menatap nanar
layar laptop tanpa tau mau menuliskan apa. Idenya sebenarnya sudah ada di
ubun-ubun sampe mau tumpah, yang aku tak bisa adalah mentranskripkannya
(transkripsi? oh oke, bahkan diksi-ku saja sekarang seperti ini) ke dalam
barisan kata-kata yang dirangkai menjadi beberapa kalimat singkat namun
bermakna. Di kepalaku ini sudah menari-nari seorang cowok ganteng tinggi besar idaman para
wanita yang menunggu untuk kuceritakan, bahkan sekarang mungkin ia sudah
lelah menari karena tak juga segera kuceritakan. Ah, kamar ini semakin pengap
saja, mungkin aku butuh udara segar agar otakku bisa sedikit mencair. Kuputuskan
untuk berjalan-jalan sebentar keluar rumah, suasana di jalan mungkin bisa
memberikanku beberapa inspirasi.
“Cherry...!”
teriak mamaku seketika aku keluar dari kamar.
“Iya
ma... Ga usah pake teriak kenapa?” sahutku cuek sembari memakai jaket putih
favoriku hadiah dari papa.
“Abis
kamu ini, tidur melulu kerjaannya di kamar,” komentar mama sedikit jutek.
“Siapa
juga yang tidur ma? Daritadi aku ngerjain tugas kok di kamar,” jawabku, agak
sedikit bohong sebenarnya.
“Mana
ada liburan gini ngerjain tugas huuuuu... Eh, trus mau kemana kamu sekarang?”
mama menatap jaket yang kupakai dan dopet ungu mungil yang kubawa.
“Oh...
ini... mau jalan-jalan bentar aja ma keluar, bosen di kamar terus, penat
ngerjain tugas,” yak, dan aku masih kekeuh dengan alibiku ngerjain tugas, tapi
bener kan, tugas bikin cerpen, pikirku.
“Kemana?
Kalau gitu sekalian ya, beli gula pasir tiga kilo sama teh celup dua kotak, di
minimarket depan situ aja. Nanti sore ada temen mama yang mau main kesini,
persediaan udah abis soalnya. Oke sayang?”
“Buset
deh ma, banyak banget. Berapa RT sih yang mau dateng?”
“Ah,
kan sekalian buat persediaan. Ini uangnya, jangan lupa kembaliannya ya,” mama
menyodorkan selembar uang seratus ribuan kepadaku.
“Yah,
ini mah ga cukup ma, masa masih minta kembalian juga. Adapun kembaliannya, ya
buat aku lah ma...”
“Sudah
jangan cerewet, cepat sana berangkat keburu sore,” mama mendorongku bergegas
menuju pintu depan.
“Iya
iya ma...” aku mendengus pelan.
Minimarket di blok sebelah akhirnya jadi
tujuanku, beberapa kotak susu UHT kesukaanku siapa tau juga bisa menambah
sedikit kecerdasanku saat ini. Aku menyusuri jalan sepanjang kompleksku, tidak
ada yang menarik. Cuma ada Bu RT yang rumahnya di ujung jalan yang sedang
menyiram tanaman, selebihnya tak ada orang lain di sepanjang rumah-rumah yang
kulewati, mungkin karena siang ini lumayan terik mataharinya. Aku belok ke
kiri, menuju minimarket yang dimaksud. Kudorong pintu masuknya, hmmm...
dingin.... Aku berjalan menyusuri rak-rak yang berjajar disana, kuambil tiga
bungkus gula pasir dan dua kotak teh celup yang kebetulan tempatnya
bersebelahan. Sambil melihat-lihat produk-produk yang dipajang di sepanjang rak
(produk makanan tentu saja yang kumaksud) aku menuju lemari pendingin, kuambil
lima kotak susu cokelat, ya , kesukaanku. Setelah membayar di kasir, kubuka
kantong belanjaanku, mengambil sekotak susu di dalamnya dan langsung meminumnya
tanpa ba-bi-bu. Dan saat aku mendongak, tepat di hadapanku sudah berdiri seorang
lelaki yang mukanya agak masam karena hampir saja aku menabraknya. And hey! I
just meet you... And this is crazy! Seketika lagu milik Carly Rae Jepsen itu
terdengar jadi backsound di kepalaku. Dia ganteng banget! Seriously georgeous!
Tepat seperti tokoh cowok yang menari di kepalaku selama ini. Aduh tampangku
pasti keliatan bodoh banget saat ini dimatanya.
“Eh, maaf ya,” cuma
itu yang keluar dari mulutku, padahal rasanya pengen langsung bilang ke dia
‘But this my number, so call me, maybe?’
“Oh iya gapapa,”
balasnya, sambil senyum pula yang bikin lesung pipitnya keliatan.
Aku langsung berjalan menuju pintu keluar
sebelum ketauan olehnya kalau pipiku merona akibat senyumannya. Sepanjang
perjalanan ke rumah aku terus senyam-senyum ga jelas. Mama yang ngeliat aku
pulang dengan muka girang seperti itu cuma bisa bengong. Setelah menyerahkan
kantong belanjaan aku langsung bergegas masuk kamar, menuju laptop dan mulai
mengetik.
I threw a wish in the well,
Don't ask me, I'll never tell
l looked to you as it fell,
And now you're in my way
I beg, and borrow and steal
Have foresight and it's real
I didn't know I would feel it,
But it's in my way
Your stare was holdin',
Ripped jeans, skin was showin'
Hot night, wind was blowin'
Where you think you're going, baby?
Before you came into my life
I missed you so, so bad
And you should know that
I missed you so bad
Hey, I just met you...
And this is crazy...
Wait...wait...wait... kok aku malah nulis
puisi gini sih? kan aku mau bikin cerpen fiksi
arrrgggghhhhhhhhhhh............!!!!!!!!!!!!
Solo, 8 August 2012
Hesti Nuraini